PERAN DAN KETENTUAN MAJELIS TAKLIM

Oleh:

Dr. Mahbub Nuryadien, M.Ag

Kepala Pusat Pengabdian Kepada Masyarakat


Kata majelis taklim tak lagi asing di telinga masyarakat Indonesia. Kata ini marak digunakan untuk kumpulan pengajian. Tetapi, ada fakta menarik, yaitu istilah majelis taklim hanya ada di Tanah Air.

Di negara lain, ungkap Ketua Lembaga Bahtsul Masail Nahdhatul Ulama (LBMNU) KH Zulfa Mustafa, majelis taklim tidak dikenal. Secara etimologi, istilah tersebut terdiri dari dua kata yakni majlis. Asal katanya jalasa dalam bahasa Arab yang artinya ‘duduk’.

Majelis adalah bentuk kata tempat ism makan dari kata dasar ‘duduk’ tersebut. Sedangkan kata taklim berasal dari kata ta’lim adalah bentuk masdar yang berarti ‘pengajaran’. Asal katanya ‘allama. “Penggabungannya berarti tempat pengajaran,”

Dalam tradisi negara lain, istilah majelis taklim dikenal dengan sebutan halaqah. Dalam tradisi tasawuf, ada zawiyah. Semua kata itu menggambarkan kondisi sekelompok Muslim yang berkumpul untuk belajar. Mereka mengkaji ilmu keagamaan, baik dari aspek teologi, filsafat, maupun tasawuf.

Menurutnya, majelis taklim adalah salah satu lembaga pendidikan keagamaan nonformal yang bertujuan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Subhanahu wa taala . Proses pembelajaran di dalamnya mengarah kepada pembentukan akhlak mulia bagi jamaahnya, serta mewujudkan rahmat bagi alam semesta.

Majelis taklim merupakan tempat pangajaran atau pendidikan agama Islam yang paling fleksibel dan tidak terikat oleh waktu. Sifatnya terbuka. Usia berapa pun, profesi apa pun, suku apa pun, dapat bergabung di dalamnya. Waktu penyelenggaraannya pun tidak terikat, bisa pagi, siang, sore, atau malam. Lokasi taklim pun bisa dilakukan di dalam maupun di luar ruangan.

Menurut Zulfa, lembaga ini memiliki dua fungsi utama. Pertama, fungsi dakwah. Kedua, majelis taklim memiliki fungsi pendidikan. Kegiatan yang tidak formal dan tidak mengikat membuat masyarakat yang mengikuti kegiatan ini aktif tanpa ada paksaan.

Mereka lebih serius mempelajari agama di majelis taklim ketimbang sekolah. Ketika penceramah di majelis taklim mengimbau hindarilah omongan yang tidak terpuji, dan kemudian jangan menyakiti hati orang lain, “Ini akan efektif,” papar KH Zulfa. “Banyak nantinya yang mengikuti pesan itu.”

Lebih lanjut ia menjelaskan, majelis taklim menjadi sangat populer pada era 1980-an. Ketika itu, Prof Tutty Alawiyah membentuk Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT). Organisasi ini merupakan gabungan dari majelis taklim yang ada di seluruh Indonesia. Pernah dalam sebuah agenda yang didukung gubernur DKI Jakarta era tersebut, Ali Sadikin, BKMT melibatkan 140 ribu orang.

Kegiatan majelis taklim masih sangat tergantung gagasan dan aktivitas pengurus atau gurunya. Wawasan tentang masa depan, kehidupan sosial-ekonomi, lingkungan, kesejahteraan, bahkan pemikiran keagamaan juga belum menjadi perhatian kebanyakan dari mereka. Namun demikian, lembaga nonformal ini mampu meningkatkan kualitas pemahaman dan amalan keagamaan setiap pribadi Muslim Indonesia yang mengacu pada keseimbangan antara Iman dan takwa dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Mengutip situs resmi BKMT Pusat, organisasi ini berdiri pada awal Januari 1981 di Jakarta. Organisasi ini lahir dari kesepakatan lebih dari 735 majelis taklim yang ada di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Kini BKMT telah berkembang di seluruh wilayah Indonesia.

Cakupan perkembangan anggotanya mencapai ribuan majelis taklim dengan meliputi jutaan orang jamaah yang tersebar di 33 provinsi. BKMT juga telah mengembangkan beberapa organisasi otonom di bawahnya yang bergerak di bidang pemberdayaan ekonomi.

BKMT telah melahirkan organisasi perhimpunan usaha wanita (PUSPITA) BKMT dan mempunyai sekitar 400 buah Koperasi Jamaah (KOMAH) BKMT. Koperasi-koperasi ini bernaung di bawah induk Koperasi Jamaah (IKOMAH) BKMT.

Secara umum ada beberapa kondisi yang melatarbelakangi pembentuk dan pengembangan BKMT. Pertama, masih adanya isi materi dan bobot penyampaian pidato atau tabligh yang kurang menarik, kurang memperhatikan relevansinya dengan masalah aktual atau kebutuhan lingkungan. Kemudian, pengelolaan majelis taklim tidak disertai dengan perencanaan yang matang.

Selain itu, kemampuan individual kaum mubaligh belum mendukung keterlibatannya dengan pemecahan masalah masyarakat, terutama dalam penguasaan ilmu pengetahuan umum. Daya analisis terhadap keadaan dan kemampuan memecahkan masalah masih lemah, apa adanya, belum sistematis.

PMA Nomor 29 tahun 2019 tentang Majelis Taklim

Menurut Peraturan Menteri Agama Nomor 29 tahun 2019 tentang Majelis Taklim di tetapkan Menteri Agama Fachrul Razi pada tanggal 13 Nopember 2019 di Jakarta. Majelis Taklim mempunyai tugas meningkatkan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama Islam. PMA 29 tahun 2019 tentang Majelis Taklim diundangkan Dirjen PUU Kemenkumham Widodo Ekatjahjana pada tanggal 13 Nopember 2019 di Jakarta, di tempatkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1453.

Pertimbangan Peraturan Menteri Agama Nomor 29 tahun 2019 tentang Majelis Taklim adalah:

  1. bahwa majelis taklim mempunyai peran strategis untuk meningkatkan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama Islam, serta menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  2. bahwa untuk menguatkan peran strategis majelis taklim sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu pengaturan mengenai majelis taklim;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agama tentang Majelis Taklim;

Dasar hukum Peraturan Menteri Agama Nomor 29 tahun 2019 tentang Majelis Taklim adalah:

  1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4769);
  4. Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2015 tentang Kementerian Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 168);
  5. Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 822);
  6. Peraturan Menteri Agama Nomor 42 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agama (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 1495);

KETENTUAN UMUM (BAB I Pasal 1)

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

  1. Majelis Taklim adalah lembaga atau kelompok masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan Islam nonformal sebagai sarana dakwah Islam.
  2. Materi adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta metode yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pengajian.
  3. Ustadz dan/atau Ustadzah adalah tenaga pendidik pada Majelis Taklim.
  4. Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Kantor Kementerian Agama adalah instansi vertikal Kementerian Agama pada tingkat kabupaten/kota.
  5. Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Kepala Kantor Kementerian Agama adalah pemimpin Kantor Kementerian Agama.
  6. Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan yang selanjutnya disebut Kepala KUA Kecamatan adalah penghulu yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala KUA Kecamatan.
  7. Surat Keterangan Terdaftar Majelis Taklim yang selanjutnya disebut SKT Majelis Taklim adalah tanda bukti daftar yang diberikan kepada Majelis Taklim.

Majelis Taklim mempunyai tugas meningkatkan pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama Islam. (Pasal 2). Adapun dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Majelis Taklim menyelenggarakan fungsi (Pasal 3):

  1. pendidikan agama Islam bagi masyarakat;
  2. pengkaderan Ustadz dan/atau Ustadzah, pengurus, dan jemaah;
  3. penguatan silaturahmi;
  4. pemberian konsultasi agama dan keagamaan;
  5. pengembangan seni dan budaya Islam;
  6. pendidikan berbasis pemberdayaan masyarakat;
  7. pemberdayaan ekonomi umat; dan/atau
  8. pencerahan umat dan kontrol sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Menurut Pasal 4 Majelis Taklim mempunyai tujuan:

  1. meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam membaca dan memahami Al-Qur’an;
  2. membentuk manusia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia;
  3. membentuk manusia yang memiliki pengetahuan agama yang mendalam dan komprehensif;
  4. mewujudkan kehidupan beragama yang toleran dan humanis; dan
  5. memperkokoh nasionalisme, kesatuan, dan ketahanan bangsa.

PENDAFTARAN MAJELIS TAKLIM (BAB II Pasal 5)

Perseorangan, kelompok orang, organisasi kemasyarakatan, lembaga pendidikan, masjid, dan mushala dapat mendirikan Majelis Taklim, dalam Pasal 6 disebutkan bahwa:

  1. Majelis Taklim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus terdaftar pada Kantor Kementerian Agama.
  2. Pendaftaran Majelis Taklim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengajukan permohonan secara tertulis oleh pengurus kepada Kepala Kantor Kementerian Agama atau melalui Kepala KUA Kecamatan.
  3. Pendaftaran Majelis Taklim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan:
    • memiliki kepengurusan;
    • memiliki domisili; dan
    • memiliki paling sedikit 15 (lima belas) orang jemaah.
  4. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan dengan melampirkan:
    • fotokopi kartu tanda penduduk pengurus;
    • struktur pengurus;
    • surat keterangan domisili Majelis Taklim dari desa/kelurahan; dan
    • fotokopi kartu tanda penduduk jemaah.

Selanjutnya penjelasan dalam Pasal 7 dinyatakan bahwa:

  1. Kepala Kantor Kementerian Agama atau Kepala KUA Kecamatan melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
  2. Dalam hal dokumen tidak lengkap, Kepala Kantor Kementerian Agama atau Kepala KUA Kecamatan menyampaikan surat pemberitahuan kepada pemohon untuk melengkapi dokumen dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak pemberitahuan disampaikan.
  3. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pemohon tidak melengkapi dokumen, permohonan pendaftaran dianggap ditarik kembali.

Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dokumen permohonan pendaftaran dinyatakan lengkap, Kepala KUA Kecamatan menyampaikan berkas dokumen permohonan pendaftaran kepada Kepala Kantor Kementerian Agama. (Pasal 8)

Setelah berkas dokumen pendaftaran dinyatakan lengkap akan diterbitkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) untuk Majelis Taklim sesuai Pasal 9:

  1. Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dan Pasal 8 dokumen permohonan pendaftaran dinyatakan lengkap, Kepala Kantor Kementerian Agama menerbitkan SKT Majelis Taklim.
  2. SKT Majelis Taklim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.

Adapun proses perpanjangan SKT Majelis Taklim disebutkan pada Pasal 10:

  1. Permohonan perpanjangan SKT Majelis Taklim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) diajukan paling lama 3 (tiga) bulan sebelum masa berlaku SKT Majelis Taklim berakhir.
  2. Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan melampirkan asli SKT Majelis Taklim.
  3. Apabila permohonan perpanjangan SKT Majelis Taklim diajukan melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), permohonan ditolak dan pemohon dapat mengajukan permohonan baru.

PENYELENGGARAAN  MAJELIS TAKLIM (BAB III Pasal 11)

Penyelenggaraan Majelis Taklim terdiri atas:

  1. pengurus;
  2. Ustadz dan/atau Ustadzah;
  3. jemaah;
  4. tempat; dan

Adapun Struktur Kepengurusan Majelis Taklim dijelaskan pada Pasal 12:

  1. Majelis Taklim memiliki struktur kepengurusan.
  2. Struktur kepengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas:
    1. ketua;
    2. sekretaris; dan
  3. Masa bakti kepengurusan Majelis Taklim ditetapkan dalam waktu tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada Majelis Taklim.

Pembimbing dan Pembina majelis taklim adalah Ustadz dan/atau Ustadzah, sebagaimana disebutkan pada Pasal 13:

  1. Majelis Taklim dibina dan dibimbing oleh Ustadz dan/atau Ustadzah.
  2. Ustadz dan/atau Ustadzah dapat berasal dari ulama, kyai, tuan guru, buya, ajengan, tengku, anregurutta, atau sebutan lain, cendikiawan muslim, dan penyuluh agama Islam.
  3. Ustadz dan/atau Ustadzah sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
    1. mampu membaca dan memahami Al-Qur’an dan Al- Hadits dengan baik dan benar; dan
    2. memiliki pengetahuan agama yang baik.

Anggota atau Jemaah Majelis Taklim (Pasal 14) memeiliki ketentuan sebagai berikut:

  1. Jemaah Majelis Taklim berasal dari berbagai jenjang usia, pendidikan, ekonomi, dan tingkatan sosial lainnya.
  2. Jemaah Majelis Taklim terdiri atas jemaah tetap dan jemaah tidak tetap.
  3. Jemaah tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdaftar pada Majelis Taklim.Lokasi atau Tempat Majelis Taklim dapat dilaksanakan di masjid, mushala, atau tempat lain yang memadai. (Pasal 15)

Adapun materi atau bahan yang disampaikan pada Majelis Taklim adalah sebagai berikut (Pasal 16)

  1. Materi ajar Majelis Taklim bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits.
  2. Selain sumber sebagaimana dimaksud pada ayat (1), materi ajar dapat berasal dari kitab karya ulama.
  3. Materi Majelis Taklim meliputi aqidah, syariah, dan akhlaq.
  4. Ustadz dan/atau Ustadzah dalam menyampaikan materi ajar diutamakan menggunakan kitab atau buku pegangan sebagai rujukan.
  5. Selain menggunakan kitab atau buku pegangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Ustadz dan/atau Ustadzah dapat menggunakan diktat, modul, atau buku pedoman.

Untuk metode penyampaian materi ajar pada Majelis Taklim (Pasal 17) antara lain:

  1. Majelis Taklim dapat menggunakan metode pengajaran yang disesuaikan dengan kondisi jemaah.
  2. Metode sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas:
    • ceramah;
    • tanya jawab;
    • praktik; dan/atau

PEMBINAAN MAJELIS TAKLIM (BAB IV Pasal 18)

Ketentuan Pembinaan Majelis Taklim adalah sebagai berikut:

  1. Pembinaan Majelis Taklim dilaksanakan oleh:
    • Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam;
    • kepala kantor wilayah Kementerian Agama provinsi; dan
    • Kepala Kantor Kementerian Agama.
  2. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek:
    • kelembagaan;
    • manajemen;
    • sumber daya manusia; dan
    • materi

Pelaporan Kegiatan Majelis Taklim (Pasal 19) ketentuaannya adalah:

  1. Majelis Taklim melaporkan kegiatan Majelis Taklim kepada Kepala Kantor Kementerian Agama atau melalui Kepala KUA Kecamatan setiap akhir tahun paling lambat tanggal 10 Januari tahun berikutnya.
  2. Kepala KUA Kecamatan menyampaikan laporan kegiatan Majelis Taklim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Kantor Kementerian Agama.
  3. Laporan Majelis Taklim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
    • pendahuluan;
    • bentuk, tempat, dan waktu kegiatan;
    • sumber pendanaan; dan
    • rencana tindak lanjut.

Adapun masalah Pendanaan penyelenggaraan Majelis Taklim dapat bersumber dari pemerintah, pemerintah daerah, serta sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (BAB V Pasal 20).

Semoga bermanfaat

Sumber Republika dan PMA Nomor 29 Tahun 2019

Scroll to Top