SISArt 2020: Ketika Seni Menjadi Ruang Kebebasan di Tengah Pandemik
Oleh: Nursetiawati

Lp2m.uinssc.ac.id – Lima tahun telah berlalu sejak dunia dilanda ketidakpastian akibat pandemik Covid-19. Namun gema makna “bebas” yang lahir dari pameran seni amal SISArt 2020 di Malaysia masih terasa hingga hari ini. Di saat banyak hal berhenti, seni justru bergerak menjadi bahasa bagi perasaan yang sulit diucapkan.
Pada 26 September 2020, Sisters in Islam (SIS) bekerja sama dengan Galeri CULT Kuala Lumpur menggelar pameran bertema Free/Bebas. Pameran ini menjadi wadah ekspresi di tengah keterbatasan global.
Di dalamnya, puluhan seniman Malaysia lintas generasi menampilkan karya dalam berbagai medium—minyak, akrilik, arang, seramik, hingga ukiran kayu. Nama-nama besar seperti Ahmad Zakii Anwar, Ilse Noor, Dato’ Sharifah Fatimah Zubair, Chong Siew Ying, dan Kow Leong Kiang tampil bersama seniman muda seperti Iona Danald, Faiz Mahdon, dan Ain Rahman.
Dalam sambutan pembukaannya, Pengarah Eksekutif SIS, Rozana Isa, menegaskan bahwa pandemik bukan alasan untuk berhenti berkarya. Pesan itu menjadi jiwa bagi SISArt 2020: bahwa kebebasan sejati bukan sekadar ruang tanpa batas fisik, melainkan kemampuan untuk terus mencipta di tengah keterbatasan.
Beberapa karya yang dipamerkan waktu itu masih membekas di ingatan. Ahmad Zakii Anwar lewat Plant, Kettle & Persimmons menghadirkan ketenangan dalam kesederhanaan.
Ilse Noor dengan Cenderawasih mengajak penonton menelusuri makna cahaya dan pembebasan, sementara Iona Danald melalui Phosphenes & Eigengrau menafsirkan pengalaman visual dalam kegelapan sebagai simbol harapan.
Seni, Solidaritas, dan Kemanusiaan
Namun, SISArt 2020 tidak berhenti pada keindahan visual. Pameran ini berakar pada misi kemanusiaan dan keadilan gender. Seperti tahun-tahun sebelumnya, separuh hasil penjualan karya disumbangkan untuk mendukung kerja advokasi Sisters in Islam dalam memperjuangkan hak perempuan Muslim di Malaysia.
Pada pameran bertema Awan & Tanah (2019), SIS berhasil mengumpulkan lebih dari RM177.000, dan tradisi solidaritas itu diteruskan melalui SISArt 2020 meskipun diselenggarakan di tengah situasi pandemik yang penuh keterbatasan.
Walaupun hanya dapat dikunjungi melalui janji temu dan dengan pematuhan ketat terhadap SOP kesehatan, pameran ini tetap mendapat sambutan hangat.
Para pengunjung datang bukan sekadar untuk melihat karya seni, tetapi untuk merasakan semangat yang terkandung di dalamnya—semangat untuk bertahan, berkarya, dan percaya pada kemanusiaan.
Kini, di tahun 2025, ketika dunia perlahan pulih dan kehidupan kembali berjalan, SISArt 2020 dikenang bukan hanya sebagai pameran seni, tetapi sebagai simbol kekuatan manusia untuk menemukan kebebasan bahkan dalam masa paling gelap. Ia menjadi pengingat bahwa kebebasan tidak bisa dikurung, karena ia hidup dalam setiap jiwa yang masih berani bermimpi.
Lihat dokumentasi lengkap kegiatan ini di Instagram LP2M UIN SSC.
Baca artikel menarik lainnya di laman LP2M UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon: https://lp2m.uinssc.ac.id/category/berita/



