Pedoman Baru Malaysia Ancam Kerukunan Beragama
Oleh: Khofifah Alawiyah
Malaysia sedang dilanda perdebatan sengit terkait usulan pedoman baru yang akan membatasi partisipasi umat Muslim dalam perayaan non-Muslim. Kebijakan ini, yang dianggap sebagai langkah menuju isolasi dan kontrol berlebihan, memicu kekhawatiran dari berbagai pihak yang menilai aturan tersebut merusak harmoni multikultural yang telah lama dijaga.
Kontroversi ini mencuat setelah Menteri Agama Malaysia, Mohd Na’im Mokhtar, mengonfirmasi bahwa pemerintah tengah menyusun pedoman tersebut.
Poin-Poin Pedoman yang Kontroversial
Rancangan pedoman yang disusun oleh Departemen Pengembangan Islam Malaysia (JAKIM) ini mencakup beberapa poin yang menjadi sumber utama perdebatan. Salah satu aturan yang paling disorot adalah larangan bagi umat Muslim untuk terlibat dalam tindakan yang dapat menyinggung keyakinan mereka, seperti menyanyikan lagu propaganda agama lain atau berpidato yang menghina ajaran Islam. Pedoman ini secara tegas melarang segala bentuk ekspresi yang dianggap dapat mengikis akidah atau keimanan seorang Muslim.
Selain itu, pedoman ini juga memuat aturan ketat terkait lokasi acara. Acara non-Muslim tidak boleh diadakan di dekat tempat ibadah atau pemakaman Muslim, dan tidak diperbolehkan menampilkan simbol agama lain.
Bagi banyak pihak, aturan ini seolah-olah menciptakan “zona bebas” agama, yang secara tidak langsung memisahkan komunitas Muslim dari komunitas lainnya. Para penyelenggara acara juga diwajibkan untuk mendapatkan izin dari pihak berwenang dan berkonsultasi dengan otoritas agama Islam jika mereka berencana mengundang tokoh atau individu Muslim.
Secara teknis, pedoman baru ini akan melengkapi dan bahkan menggantikan beberapa bagian dari aturan serupa yang telah berlaku sejak tahun 2005. Tujuannya disebut-sebut sebagai upaya untuk memberikan panduan yang lebih jelas dan terperinci bagi umat Muslim di Malaysia, khususnya dalam menghadapi realitas masyarakat yang beragam.
Perdebatan Sengit di Tengah Masyarakat
Usulan pedoman tentang partisipasi umat Muslim dalam acara non-Muslim bermula dari permintaan klarifikasi anggota parlemen PAS, Muhammad Fawwaz Mohamad Jan, terkait perayaan keagamaan di lingkungan pemerintahan. Ia merasa perlu adanya aturan yang jelas agar tidak terjadi kebingungan di kalangan masyarakat. Menanggapi hal ini, Menteri Agama Malaysia, Mohd Na’im Mokhtar, menegaskan,
“Aturan lain yang akan dikeluarkan, yaitu ‘Pedoman tentang keikutsertaan umat Islam dalam perayaan dan upacara pemakaman nonmuslim, serta kunjungan dan penyelenggaraan acara di rumah ibadah nonmuslim’,” ujar Na’im
Meskipun ia menyebut pedoman ini sebagai “nasihat” untuk menjaga harmoni, banyak pihak menentangnya. Salah satunya adalah M. Saravanan dari Kongres India Malaysia, yang berpendapat bahwa aturan ini tidak diperlukan dan justru bisa merusak kerukunan nasional. Ia mempertanyakan apakah umat non-Muslim kini harus meminta izin setiap kali mengundang Muslim ke acara mereka, sebuah prosedur yang dianggapnya tidak praktis dan diskriminatif.
Kritik juga datang dari kalangan Muslim sendiri. Ahmad Farouk Musa dari Front Renaissance Islam menegaskan bahwa umat Islam sudah memahami batasan agama mereka dan tidak perlu diatur dalam setiap aspek kehidupan. Ia menilai bahwa pedoman semacam ini mengasumsikan umat Muslim tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang keyakinan mereka sendiri, sehingga harus selalu dibimbing oleh pemerintah.
Banyak yang menilai aturan ini terlalu mengintervensi kehidupan pribadi Muslim dan memperlakukan partisipasi dalam acara non-Muslim sebagai ancaman. Perdana Menteri Anwar Ibrahim pun akhirnya turun tangan dan menyatakan bahwa masalah ini akan dibahas dalam pertemuan kabinet, dengan harapan keputusan akhir akan mampu menyeimbangkan antara kebebasan beragama dan harmoni sosial di Malaysia.
Malaysia Harus Menolak Kebijakan yang Memecah Belah
Pada akhirnya, masa depan pedoman ini akan sangat bergantung pada hasil musyawarah kabinet. Diharapkan, keputusan yang diambil akan mencerminkan nilai-nilai multikulturalisme yang telah lama menjadi ciri khas Malaysia. Ini saatnya bagi semua pihak untuk menolak kebijakan yang berpotensi memecah belah dan sebaliknya, mengupayakan solusi yang memperkuat persatuan dan saling pengertian di antara seluruh rakyat Malaysia.




