Poligami dan Dampaknya terhadap Keluarga Muslim di Malaysia
Oleh: Imam Firdaus
Isu Poligami sering diperdebatkan dalam masyarakat Muslim. Di satu sisi, praktik ini dianggap bagian dari ajaran agama yang diperbolehkan dengan syarat-syarat tertentu. Namun di sisi lain, kenyataannya banyak keluarga yang terjebak dalam masalah sosial, ekonomi, dan emosional akibat poligami.
Sisters in Islam (SIS), bersama sejumlah peneliti dari Universiti Kebangsaan Malaysia, Universiti Sains Malaysia, dan Universiti Malaya, pernah melakukan survei nasional bertajuk “The Impact of Polygamy on Muslim Families in Peninsular Malaysia” (2007–2012). Hasil penelitian ini memberi gambaran nyata tentang bagaimana poligami memengaruhi kehidupan keluarga Muslim di Malaysia.
Data dan Fakta
Hasil survei menunjukkan bahwa poligami membawa dampak signifikan terhadap keharmonisan keluarga. Banyak istri pertama merasa terabaikan secara emosional dan finansial setelah suaminya menikah lagi.
Sebagian besar responden perempuan mengaku menghadapi tekanan psikologis berupa kecemasan, depresi, bahkan konflik berkepanjangan dalam rumah tangga. Anak-anak dari keluarga poligami juga tidak luput dari dampaknya—mereka sering merasa kurang kasih sayang, bingung dengan pembagian perhatian orang tua, hingga menurun motivasi belajarnya.
Dari sisi ekonomi, banyak istri dan anak-anak yang harus hidup dengan sumber daya terbatas karena nafkah terbagi.
Beberapa responden juga menyatakan bahwa janji suami untuk “adil” jarang terpenuhi, terutama dalam aspek materi, waktu, dan perhatian. Kondisi ini memperlihatkan jurang antara teori poligami yang ideal dengan praktik nyata di lapangan.
Solusi dan Saran
Dengan melihat banyak kemadaratan pada perkawinan poligami, maka bagi saya negara harus segera melakukan beberapa langkah berikut ini:
Pertama, regulasi tentang poligami perlu diperketat agar tidak dilakukan secara sembarangan. Pengadilan Syariah seharusnya benar-benar menilai kesiapan suami dalam aspek ekonomi, psikologis, dan keadilan sebelum memberikan izin berpoligami.
Kedua, dukungan psikososial bagi istri dan anak-anak dalam keluarga poligami sangat penting. Pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat bisa menyediakan konseling keluarga untuk mengurangi dampak emosional yang ditimbulkan.
Ketiga, masyarakat perlu lebih menekankan pentingnya monogami sebagai bentuk pernikahan yang lebih stabil dan sehat bagi keluarga modern. Edukasi publik tentang dampak poligami juga perlu digencarkan agar calon pasangan muda lebih memahami risiko yang mungkin muncul.
Keempat, perempuan harus dilibatkan lebih aktif dalam pengambilan keputusan rumah tangga. Hak mereka untuk menolak atau menyetujui poligami perlu dihormati sepenuhnya.
Poligami bukan hanya isu teologis, melainkan juga persoalan sosial yang nyata dampaknya terhadap perempuan dan anak-anak.
Survei yang dilakukan SIS dan universitas-universitas di Malaysia membuktikan bahwa praktik ini seringkali lebih banyak menimbulkan luka daripada manfaat.
Karena itu, perlu ada langkah serius dari pemerintah, lembaga agama, dan masyarakat untuk meninjau kembali praktik poligami, menegakkan aturan yang lebih ketat, serta memberikan ruang lebih luas bagi perempuan untuk memperjuangkan hak mereka.




