PENANAMAN NILAI-NILAI AGAMA MELALUI GERAKAN MASYARAKAT MENGAJI

Oleh:

Zaenal Mutaqin, S.S., M.I.Kom.

(Dosen Komunikasi Penyiaran Islam)


Pendahuluan

Tradisi mengaji merupakan kebiasaan masyarakat Islam Indonesia, jika melirik ke dekade 1950-an, masyarakat pedesaan umumnya sangat kuat dan kental dengan tradisi dan budaya mengaji. Tentu ini merupakan enangan indah di masa lalu dalam menjalankan syiar agama pun masih membekas di benak dan hati umat Muslim. Pemandangan anak-anak di desa yang setiap hari berjalan menuju masjid, rumah guru-guru ngaji, atau mushala kerap menjadi pemandangan menarik dan memikat hati yang sangat fenomenal. Banyak anak laki menginap di masjid untuk mempelajari Alquran dan mendalami nilai-nilai agama dan tak sedikit pula dari mereka yang mengkaji kitab-kitab para ulama (Imas Damayanti, 2020).

Dunia modern telah melahirkan suatu era baru yaitu era teknologi informasi dan digital, yang menandai babak baru bagi kehidupan manusia. Perkembangannya sangat pesat dalam dunia teknologi informatika secara fenomenal merubah suatu gaya hidup sekaligus kebiasaan baru bagi manusia saat ini. Fenomena ini tidak bisa dihindari, suka tidak suka, mau tidak mau, kita sudah masuk ke dalam dunia cyber ini.

Persoalan adaptasi ternyata tidak semudah perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain. Namun, dalam hal ini, ada suatu persoalan besar, karena menyangkut kebiasaan dan norma-norma sekaligus ada dimensi ideologis tersendiri. Salah satu alat yang diciptakan dalam perangkat informasi dan teknologi ialah gadget. Saat ini hampir semua lapisan masyarakat menggunakannya. Namun, ada kelompok yang rawan dalam penggunaannya yaitu generasi muda. Ini merupakan sebuah kekhawatiran bahwa tingkat penggunaan di kelompok ini, cukup signifikan berpengaruh pada hal-hal yang negatif. Misal kesibukan pada dunia gadget membuat lalai dari tugas dan tanggung jawab serta fakta ditemukan penyerapan informasi yang terkategori belum cukup umur dan terkadang ikut terlibat pada perkara cyber crime.

Pada dasarnya, kemanfaatan gadget juga besar adanya, sekaligus memiliki potensi negatif di dalamnya. Atas dasar itu, tulisan ini berkontribusi sebagai suatu tawaran nilai yang diambil dari nilai-nilai al-Qur’an seperti: optimalisasi memperkuat pendidikan keluarga untuk anak-anaknya sebagai generasi muda, mengarahkan anak untuk bijak dalam menghargai dan menggunakan waktu, dan mengajarkan jika mendapat informasi agar mencerna dengan nalar sehat dan mempertimbangkan baik-buruknya. Nilai-nilai tersebut hendaknya bisa sebagai guidance khusunya bagi generasi muda untuk bijak dalam menggunakan gadget sesuai dengan keperluan dan kemanfaatannya, tidak terjebak pada prilaku adiktif dan abai pada eksistensi diri dan tanggung jawabnya (Nasrullah, dkk, 2020:1).

Gerakan masyarakat mengaji merupakan salah satu cara untuk membina akhlak mulia generasi muda sejak dini dengan penanaman nilai-nilai agama sehingga ia mampu menjadi pribadi yang taat dalam beragama dan warga negara yang toleran karena agama memberikan petunjuk hidup bagi umatnya dan penuh dengan nilai-nilai universal termasuk dalam hubungan bermasyarakat dan bernegara.

Lebih jauh, gerakan masyarakat mengaji merupakan gerakan moral yang bertujuan untuk membangun dan meningkatkan sisi religiusitas sekaligus rasa kebangsaan. Sisi religiusitas terwujud dalam kegiatan pengajian yang dilakukan setiap hari sehabis maghrib atau shubuh atau dalam kesempatan lain. Sedangkan rasa kebangsaan akan terpupuk dengan sendirinya ketika seseorang telah mampu menjalankan syariat agamanya dengan baik. Gerakan ini dapat menjadi salah satu ikhtiar untuk menangkal perilaku menyimpang dengan sasaran menyentuh sisi spiritual generasi muda (Hariyanti dan Gigieh Cahya Permady, 2022:285)

Sebagai upaya menjadikan generasi muda menjadi pribadi muslim yang baik dan kebiasaan atau tradisi budaya mengaji tidak hilang begitu saja, maka penanaman nilai qur’ani dan agama perlu dilakukan melalui gerakan masyarakat mengaji.

Gerakan Masyarakat Mengaji Merupakan Gerakan Moral

Gerakan masyarakat mengaji merupakan kegiatan yang diprakarasi oleh Kementerian Agama RI yang dicanangkan pada hari Sabtu, 14 April 2013. Program gerakan masyarakat magrib mengaji ini dijadikan program prioritas berskala nasional. Selama ini, selama ini, terdapat kelemahan dalam pelaksanaan gerakan masyarakat mengaji karena bertumpu pada pengawasan orang tua sehingga ketika orang tua sibuk, maka anaknya tidak melaksanakannya. Sebagaimana kita ketahui, banyak para orang tua di rumah saat ini yang bekerja di luar rumah, pergi pagi dan pulang malam sehingga tidak sempat dan optimal dalam mengontrol kegiatan anak. Selan itu, gerakan ini sebelumnya tidak mengikutsertakan peranan tokoh dan masyarakat setempat sehingga tidak terjalin kerjasama dari semua pihak terkait dengan pelaksanaannya dalam upaya pencapaian tujuan, namun disini penulis menawarkan perbaikan terkait dengan kelemahan yang ada dalam pelaksanaannya.

Gerakan Moral Masyarakat Mengaji: Sinergitas antara Tokoh Masyarakat, Keluarga dan Lingkungan Masyarakat

Gerakan masyarakat mengaji, sebaiknya mengikutsertakan peran tokoh masyarakat (Ustadz, Ketua RT/RW, Ketua DKM) dalam upaya pengontrolan kegiatan ini agar bersifat teratur dan berkesinambungan melalui pembuatan dan pencatatan kegiatan dalam buku agenda harian gerakan masyarakat mengaji yang akan diperiksa seminggu sekali oleh guru ngaji disertai komunikasi dan diskusi antara guru ngaji dan siswa terkait dengan kendala dan tanggapan mereka dengan gerakan moral ini. Hal ini dilakukan untuk menghindari perasaan keterpaksaan dalam melakukan gerakan moral masyarakat maghrib mengaji serta mengimbangi kurangnya pengontrolan dari orang tua yang mungkin sibuk di rumah.

Jarangnya generasi muda yang mengaji Qur’an pada saat ini. Hal ini menjadi latar belakang adanya Gerakan Moral Masyarakat Mengaji, dengannya diharapkan dapat memotivasi para orang tua untuk menyuruh anaknya salat Maghrib dan mengaji di waktu Maghrib. Jika hal ini diterapkan maka akan tercipta kembali generasi muda yang mempunyai akhlak yang baik (akhlakul kharimah).

Gerakan ini berguna dalam membentuk mental umat. Gerakan Masyarakat Mengaji akan dapat melahirkan dan membentuk generasi bangsa yang berkualitas, berakhlak, berbudi pekerti serta memahami nilai-nilai keagamaan. Gerakan Magrib Mengaji yang dilaksanakan dinilai dapat membentuk karakter positif anak bangsa dan melahirkan generasi muda yang paham dan mengerti nilai agama.Gerakan maghrib mengaji didorong dalam Al Quran Surat Adz-Dzaariyaat ayat 56 yang berbunyi “Dan tidaklah Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk beribadah kepadaku”.

Pendidikan kepada generasi muda tidak hanya diajarkan melalui jalur formal seperti materi umum dan pengetahuan lainnya. Kebanyakan pendidikan saat ini lebih memilih mengedepankan materi umum. Dari sini kitab isa melihat banyaknya kasus sosial dan pelanggaran hukum yang dilakukan generasi muda, salah satunya disebabkan minimnya nilai keagamaan pada diri mereka. Maka untuk itu keseimbangan antara pengetahuan umum dan keagamaan harus diberikan. Pendidikan formal harus sejalan dan berimbang dengan ilmu pengetahuan agama sehingga menciptakan generasi bangsa yang paham dan memiliki budi pekerti. Karakter bangsa saat ini telah mengalami kemerosotan. Sikap amanah, perilaku baik, dan bertanggungjawab perlahan-lahan telah pudar. Oleh karena itu, sejak dini generasi muda bangsa perlu dididik agar muncul generasi yang benar-benar baik kedepan.

Peran orang tua untuk menyuruh anaknya untuk mengaji di rumah setelah shalat maghrib atau shubuh sangat penting sekali. Sebab, ketika orang tua berkumpul dan bersama-sama anak di rumah itu merupakan proses Pendidikan serta transfer antara orang tua dan anak untuk berinteraksi. Peran tokoh masyarakat juga menjadi sangat penting bagi generasi muda, sehingga segala aktifitas generasi muda dapat terkontrol dalam keseharian mereka hingga pada akhirnya tercipat generasi muda dalam lingkungan masyarakat yang religious (Hariyanti dan Gigieh Cahya Permady, 2022:289).

Lingkungan masyarakat yang baik atau madani dipastikan hadir di dalamnya pribadi-pribadi yang shalih dan muslih, yang dijaga dari kebiasaan-kebiasaan buruk yang merusak citra masyarakat itu sendiri atau merusak generasi muda. Oleh sebab itu perlu adanya sinergitas antara Tokoh Masyarakat sebagai control sosial, dan Keluarga sehingga tercipta lingkungan masyarakat yang agamis serta dapat mewujudkan dan menjalankan program Gerakan Masyarakat Mengaji serta generasi muda yang berakhlaq mulia sebagai generasi qur’ani.

Penanaman Nilai-Nilai Agama Melalui Gerakan Masyarakat Mengaji

Pendekatan Penanaman Nilai (Inculcation Approach) yang merupakan suatu pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial kepada generasi muda juga bisa diterapkan untuk menanamkan nilai-nilai agama bagi mereka. Pengenalan dan pendekatan nilai-nilai tersebut sangat penting, dengan demikian generasi muda akan tumbuh menjadi pribadi muslim yang baik.

Dalam praktik dakwah, dari segi objeknya ada tiga materi yang harus disampaikan oleh Da’I kepada Mad’unya, antara lain: Aqidah, Ibadah (Syariat), dan Akhlak (Muamalah) (M. Masyhur Amin, 1997). Ketiga materi tersebut perlu disampaikan kepada generasi muda dan menjadi tonggak penting dalam sebuah pengenalan pondasi agama dan menanamkan nilai-nilai agama.

  1. Penanaman Nilai Aqidah

Penanaman melalui pengenalan nilai Aqidah inilah yang menjadi pondasi dasar keyakinan setiap umat Islam. Dengan adanya penanaman nilai Aqidah ini anak akan senantiasa tertanam dalam hatinya bahwa satu-satunya keyakinan untuk takut dan hanya beribadah kepada Allah Swt. Oleh karenanya seorang anak harus tau bahwa salah satu rukun iman yang paling dasar ialah beriman kepada Allah Swt. Pengenalan nilai Aqidah harus dilakukan dalam kegiatan Gerakan Masyarakat Mengaji, diajarkan dengan cara mengingatkan dan berulang.

Dengan demikian menjadi suatu kebiasaan akan menimbulkan respon ingatan yang luar biasa. Tentu jika ini yang terus diajarkan kepada mereka generasi muda tentu mereka akan selalu ingat dan selalu tertancap dalam hatinya untuk meyakini bahwa Aqidah yang benar hanya yakin kepada Allah Swt.

  1. Penanaman Nilai Ibadah

Selain diberikan nilai Aqidah tadi, generasi muda juga perlu diajarkan diajarkan untuk membaca Al-Quran ataupun Iqro. Ini bertujuan untuk mendekatkan anak kepada nilai ibadah yang kedua sesudah menanamkan Aqidah maka generasi muda dituntut untuk belajar apa isi ataupun esensi itu dengan cara mempelajari Al-Quran. Karena dari Al-Quran inilah nantinya mereka, akan paham sumber hukum syariah dari ibadah yang akan mereka lakukan, akhlak, dan baik buruknya suatu perbuatan.

Penamanan nilai ibadah juga menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan hukum-hukum Islam. Salah satu contoh ibadah adalah Shalat, maka generasi muda perlu diajarkan cara shalat yang baik sesuai tuntunan Rasulullah SAW. Begitu pun ibadah-ibadah lainnya yang diatur oleh aturan hukum atau fiqih ibadah.

Pemahaman nilai ibadah ini yang nantinya akan menjadi pondasi kedua bagi generasi muda agar semakin paham dan apa hakikat manusia sesungguhnya, tidak lain dan tidak bukan untuk beribadah kepada Allah Swt (Rahman Ritonga Zainuddin, 1997:1-5).

  1. Penanaman Nilai Akhlak

Agama Islam adalah agama yang mengajarkan budi pekerti. Tujuan diutusnya Rasulullah Muhammad SAW tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak sebagai mana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi yang berbunyi “Sesunggunya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”, Rasulullah diutus untuk menjadi suri tauladan bagi semua ummat. Sebagai mana Akhlak yaitu yang menjelaskan baik atau buruk, menerangkan apa yang menjadi keharusan yang dilakukan oleh sebagian manusia kepada sebagian manusia yang lainnya (Marzuki, 2012: 80-81)

Akhlak dikategorikan sebagai keadaan jiwa seseorang yang membawanya untuk melakukan perilaku tanpa melalui pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Dan ruang lingkup akhlak itu sendiri mencakup dalam berbagai aspek, yaitu akhlak kepada Allah Swt, akhlak kepada makhluk dan akhlak kepada alam.

Metode penanaman akhlak yang dilakukan kepada generasi muda yaitu dengan keteladanan. Cara ini sangat paling efektif dan dianggap berhasil dalam menerapkan nilai-nilai akhlak. Ini dikarenakan orang tua, pendidik, dan tokoh masyarakat merupakan panutan atau idola serta contoh yang baik di mata mereka. Karenanya,  semua bentuk perkataan dan perbuatan mereka akan terpatri dalam diri generasi muda dan menjadi bagian dari persepsinya (Abdul Nashihi Ulwan, 2012: 516).

Cara berikutnya adalah dengan melakukan “pembiasaan”, cara ini dapat dilakukan untuk membiasakan generasi muda berfikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan ajaran Islam. Generasi muda dapat dibentuk oleh lingkungannya, oleh karena itu potensi dasar mereka harus selalu diarahkan agar tujuan pendidikan dapat tercapai dengan baik yaitu dengan melakukan habituasi yang baik (Binti Maunah, 2009:93-94) Hal ini dapat dilihat ketika anak sudah selesai dalam pelaksanaan Maghrib Mengaji, mereka mencium tangan gurunya dan mengucapkan salam ketika hendak berpisah dengan gurunya.

 

Penutup

Berdasarkan paparan di atas dapat diambil kesimpulan, era millenium merupakan masa yang ditandai dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih. Perkembangan teknologi bisa menjadi sumber kemaslahatan dan kemudharatan dalam kehidupan. Generasi muda menjadi sasaran perhatian yang sangat serius, dengan perkembangan teknologi serta hadirnya gadget saat ini, telah membius pola pikir dan kebiasaan generasi muda, sehingga mental mereka kian terpuruk, seperti melupakan waktu beribadah, belajar, malas bersosialisasi dengan sesama, hilangnya etika terhadap orang tuanya, dan bahkan tidak sedikit diantaranya yang menjadi aktor dari tindak kejahatan.

Program Gerakan Masyarakat Mengaji menjadi salah satu cara untuk menangkal kemudharatan bagi generasi muda. Sinergitas peran orang tua dengan tokoh masyarakat sebagai kontrol sosial bagi generasi muda sangat penting adanya. Keduanya dapat membangun sebuah lingkungan yang agamis di masyarakat sehingga generasi muda terkontrol dana terarahkan terhadap kebiasan mengaji dan beribadah.

Dalam pembiasan Gerakan Masyarakat Mengaji selain mempelajari baca tulis Al-Qur’an perlu disisipkan penanaman nilai-nilai Islam kepada generasi muda, antara lain : nilai aqidah sebagai bentuk penguatan iman dan keyakinan kepada Allah Swt, nilai ibadah sebagai sarana atau cara dalam melaksanakan perintah ibadah, dan nilai akhlak agar generasi muda bertutur kata dan berperilaku baik dalam muamalah sehari-hari.


 

DAFTAR PUSTAKA

 Abdul Nashihi Ulwan. (2012). Pendidikan Anak dalam Islam, Cetakan ke-1, (Sukoharjo: PT Insan Kamil Solo.

Hariyanti dan Gigieh Cahya Permady. (2022) Pengembangan Nilai Religious Peserta Didik Melalui Gerakan Moral Maghrib Mengaji. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha Vol. 10 No. 3 September, 2022. ISSN 2548-1746.

Imas Damayanti. (2020) Menengok Tradisi Mengaji yang Mengakar di Bumi Pertiwi. https://www.republika.co.id/berita/qibt0g385/menengok-tradisi-mengaji-yang-mengakar-di-bumi-pertiwi diakses pada tanggal 18 Oktober 2022 pukul 05.44

Marzuki. (2012.) Pendidikan Agama Islam, Yogyakarta: PT Ombak Dua.

M. Masyhur Amin. (1997). Dakwah Islam Dan Pesan Moral. Yogyakarta: Al Amin Press

Nasrullah, Syarifudin, dan Muhammad Khairullah. (2020) Nilai-Nilai Qur’ani Dalam Mengatasi Perilaku Adiktif Generasi Muda Terhadap Gadget. Jurnal Syahadah, Vol. VIII, No. 2

Rahman Ritonga Zainuddin. (1997) Fiqh Ibadah, Jakarta: Gaya Media Pratama

Scroll to Top