Kisah Mizah Salleh dan Lemahnya Penegakan Nafkah Anak di Malaysia
Oleh: Fitri Leilani Desmonda

Lp2m.uinssc.ac.id – Pada Agustus 2025, publik Malaysia dihebohkan oleh kisah Mizah Salleh, seorang ibu tunggal yang mengungkap di media sosial bahwa mantan suaminya menunggak nafkah anak sebesar RM70.750 sejak November 2020.
Dalam unggahannya yang viral, Mizah menulis, “Saya sudah korbankan segalanya demi anak-anak. Tapi penderitaan ini tidak seharusnya dipikul seorang ibu seorang diri.”
Kisah Mizah mencerminkan kenyataan pahit banyak perempuan lain di Malaysia. Putusan mahkamah tentang nafkah sering kali berhenti di atas kertas tanpa mekanisme penegakan yang jelas. Akibatnya, ibu harus memikul beban finansial sendirian, sementara ayah yang lalai bisa bebas tanpa sanksi berarti.
Sisters in Islam (SIS) dalam artikelnya “Beyond Court Orders: Making Child Support Real for Malaysia’s Children” menyoroti kasus ini sebagai bukti lemahnya sistem nafkah anak di Malaysia. Tanpa lembaga yang mengawasi dan menagih pembayaran, hak anak sering diabaikan, dan ibu harus berjuang sendiri menanggung biaya sekolah, makan, hingga kebutuhan harian anak.
Masalah Sistemik, Bukan Kasus Tunggal
Apa yang dialami Mizah bukanlah kasus terisolasi. Laporan Telenisa 2024 — layanan bantuan hukum keluarga dari SIS — mencatat bahwa dari 188 klien, 92% adalah perempuan dari kelompok ekonomi B40. Dari 46 persoalan utama yang dilaporkan, 19 di antaranya berkaitan langsung dengan nafkah dan pemeliharaan anak.
Masalah yang paling sering muncul adalah ketidakpatuhan ayah terhadap perintah mahkamah, jumlah nafkah yang tidak mencukupi, serta upaya menghindar dari tanggung jawab finansial.
SIS menilai, persoalan ini berakar pada lemahnya penegakan hukum. Malaysia belum memiliki lembaga nasional khusus seperti Child Support Agency (CSA) yang dapat menagih, mengawasi, dan memastikan nafkah benar-benar sampai kepada anak.
Akibatnya, banyak ibu harus bolak-balik ke pejabat agama atau pengadilan hanya untuk menagih hak anak mereka. Banyak yang akhirnya menyerah karena prosesnya melelahkan dan mahal.
SIS menegaskan, keadilan keluarga tidak akan tercapai selama tanggung jawab nafkah anak bergantung pada “niat baik” individu, bukan sistem yang kuat dan tegas.
Budaya Patriarki
Selain masalah hukum, budaya patriarki juga memperburuk kondisi ini. Sebagaimana diulas di Mubadalah.id, banyak keluarga Muslim masih menerapkan pembagian peran yang tidak setara: pekerjaan domestik dan pengasuhan anak dianggap tugas ibu, sementara ayah hanya dipandang sebagai pencari nafkah.
Padahal, nilai-nilai Islam menegaskan prinsip ‘adl (keadilan) dan mubadalah (kesalingan). Rasulullah SAW meneladankan keseimbangan ini: beliau membantu pekerjaan rumah, merawat cucu, dan memperlakukan keluarga dengan penuh kasih sayang.
Namun dalam praktik sosial, tafsir keagamaan sering kalah oleh budaya patriarki yang menempatkan perempuan sebagai pihak kedua.
Bahkan pembagian peran yang tidak adil menjadikan perempuan sebagai “penopang terakhir” ketika rumah tangga retak menanggung beban ekonomi, emosional, dan sosial sekaligus.
Dampaknya bukan hanya pada perempuan, tapi juga pada anak-anak: dari pendidikan, gizi, hingga stabilitas psikologis mereka.
SIS merekomendasikan agar pemerintah Malaysia mendirikan Child Support Agency (CSA). Lembaga ini bisa diberi wewenang untuk memotong gaji secara otomatis, menyesuaikan besaran nafkah dengan kebutuhan anak, serta menyediakan dana sementara bagi keluarga yang menunggu pencairan nafkah.
Negara-negara yang memiliki CSA terbukti mampu meningkatkan kepatuhan pembayaran nafkah anak secara signifikan.
Maka dari itu, kisah Mizah Salleh adalah potret nyata bagaimana celah hukum dan budaya patriarki membuat seorang ibu menanggung semua beban seorang diri. Padahal, nafkah anak bukan sekadar kewajiban moral ia adalah hak anak dan tanggung jawab hukum kedua orang tua.
Dengan penegakan hukum yang tegas dan perubahan budaya menuju keadilan serta kesalingan, kita bisa membayangkan masa depan di mana tidak ada lagi ibu seperti Mizah yang berdiri sendirian menuntut hak anaknya. []
Lihat dokumentasi lengkap kegiatan ini di Instagram LP2M UIN SSC.
Baca artikel menarik lainnya di laman LP2M UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon: https://lp2m.uinssc.ac.id/category/berita/



